Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Perspektif Islam Tentang Batasan dan Jenis Penyimpangan Seksual (1)

Kecenderungan seksual merupakan salah satu fitrah dan kebutuhan dasar manusia. Proses reproduksi, kehidupan dan ketentraman psikologis manusia bergantung pada kecenderungan ini. Kebahagiaan dunia dan akhirat manusia akan terjamin manakala kecenderungan dasar ini terealisasi sesuai dengan jalurnya. Sedangkan penyimpangannya, akan berefek pada lahirnya berbagai macam masalah kejiwaan, etika dan sosial yang sulit disembuhkan. Karena itu, penyimpangan seksual merupakan salah satu masalah yang teramat serius dalam sejarah manusia. Seiring berkembangnya sistem komunikasi, permasalahan etika ini juga semakin bertambah, baik dalam bentuk maupun kuantitasnya.

Keberadaan penyimpangan seksual dan budaya yang mengikutinya merupakan senjata ampuh untuk melemahkan masyarakat. Di sisi lain, kita sedang berhadapan dengan upaya dimana penyimpangan ini dianggap sebagai hal yang normal. Hal ini dikhawatirkan memunculkan kondisi ambigu tanpa ada rujukan bagi seseorang untuk memilah antara tindakan yang benar dan salah. Untuk itu, diperlukan referensi tentang apa yang dimaksud dengan penyimpangan seksual dan apa saja jenisnya.

Apa Pengertian Penyimpangan seksual?

Dalam bahasa Arab, kata inhiraf digunakan untuk menyebutkan penyimpangan. Merujuk kitab mu’jam maqayis al-lughoh terkait dengan penyimpangan (inhiraf) disebutkan:”kata inhirof memiliki tiga huruf asli yaitu ha, ro, dan fa. Artinya adalah keluar dari batasan dan ukuran. Inhiraf dari sesuatu artinya telah menyimpang dari sesuatu itu. (Ibn Faris, 1404)”. Makna ini juga diisyaratkan dalam al-Quran surah an-Nisa ayat 46.

Ragib Isfahani juga menjelaskan dalam mufrodatnya:”harafa asy-syaia yakni menyimpang dari sesuatu. Taharrafa, ihtarafa yakni telah menyimpang dan keluar dari sesuatu. (Ragib Ishfahani, 1375).

Secara terminologi, tidak terdapat definisi penyimpangan seksual yang cermat dan dapat diterima oleh seluruh kalangan. Para Sosiolog, pakar biologi, pakar moral dan Psikolog tidak memiliki kesepakatan bulat dalam masalah ini. Sosiolog menyebut setiap tindakan penyaluran kenikmatan seksual yang tidak mendapat legitimasi dari masyarakat adalah bentuk penyimpangan seksual. Sementara itu, dalam pandangan biologi, relasi seksual hanya dimaksudkan untuk melahirkan keturunan demi berlanjutnya spesies. Sehingga, setiap tindakan seksual yang tidak bertujuan seperti ini dikategorikan sebagai tindakan penyimpangan seksual. Dalam ilmu akhlak, setiap tindakan seksual yang melahirkan cercaan dan rasa menyesal bagi pelakunya disebut dengan penyimpangan seksual. Dengan ini, siapapun yang bertingkah tidak sesuai dengan hukum moral akan merasakan penyesalan dan menanggung derita jiwa, hingga akhirnya ia terhalangi dari kebahagiaan. (Sutudeh, 1378)

Psikolog menyatakan, penyimpangan seksual terjadi ketika seseorang telah keluar dari keseimbangan jiwa dan tindakannya. Ketidakseimbangan ini merupakan efek dari kekacauan internal jiwa manusia. Sementara para Sosiolog menganggap hal ini sebagai jenis pengorbanan dimana seseorang bersedia mengorbankan dirinya dan menanggung segala derita demi terjaga dan lestarinya sistem sosial masyarakat (Qaemi, 1372)

Sigmund Freud, tokoh populer dalam masalah ini, menyebut tindakan seksual sebagai tindakan penyaluran kecenderungan seksual. Namun, tujuan dari penyaluran seksual ini bukan demi lahirnya keturunan dan terjaganya spesies. Tentu saja para Psikolog lainnya tidak menerima pandangan Freud ini. Mereka berpendapat bahwa pandangan Freud banyak memasukkan manusia yang tidak mengalami penyimpangan seksual ke dalam kategori penyimpangan seksual. Para Psikolog tersebut menyatakan: “Tindakan yang dimaksudkan sebagai penyaluran hasrat seksual adalah bentuk penyimpangan seksual. Yaitu manakala tindakan tersebut tidak sesuai dengan ‘urf dan dicela mayoritas masyarakat. Dikarenakan buruknya lingkungan, seseorang terkadang melakukan sebuah tindakan seksual tanpa motif menciptakan keturunan dan tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku. Oleh karena itu, setiap tindakan seksual yang keluar dari kebiasaan normal masyarakat disebut dengan penyimpangan seksual” (Kajbaf, 1378).

Dengan memperhatikan secara seksama, kita akan menemukan bahwa definisi di atas tidak komprehensif. Bahkan, tidak terdapat perbedaan mendasar di antara mereka. Sebagai misal, dalam definisi yang dikemukakan para psikolog, penyesalan merupakan syarat sebuah tindakan penyimpangan seksual. Namun, penyesalan tersebut hanya hadir pada tindakan penyimpangan seksual yang dilakukan pertama kalinya. Rasa menyesal perlahan hilang seiring dengan berulangnya tindakan penyimpangan seksual. Begitu juga definisi yang diberikan para Sosiolog menjadi tidak bermakna dikarenakan adanya hubungan sesama jenis yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan regulasi setempat. Oleh karena itu, dalam Islam dan masyarakat Islam, sesuai dengan Surat al-Mukminun Ayat 7, setiap bentuk penyaluran seksual di luar koridor pernikahan merupakan perwujudan dari penyimpangan seksual. Hal ini dikarenakan, secara tabiat, kecenderungan seksual manusia lebih mengarah kepada hubungan laki-laki dan perempuan dalam bingkai pernikahan. Sehingga, setiap kecenderungan dan tindakan seksual yang mendatangkan kerugian bagi individu maupun orang lain disebut sebagai tindakan menyimpang.

Allah swt berfirman:

وَ الَّذينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حافِظُونَِالاَّ عَلى‏ أَزْواجِهِمْ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومين فَمَنِ ابْتَغى‏ وَراءَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ العادُون

Artinya: “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela, barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (Al-Mukminun, ayat 5-7)

Islam meyakini bahwa setiap bentuk tindakan seksual, baik hubungan badan maupun kelezatan pendengaran dan sentuhan fisik hanya dikhususkan bagi pasangan suami-istri. Di luar itu, dikategorikan sebagai tindakan dosa dan sebab tercemarinya masyarakat. Ketelanjangan perempuan yang ditandai dengan dandanan dan keterbukaan, dapat memicu rangsangan permanen bagi para pemuda. Hingga akhirnya, menjadi penyebab stress dan berbagai kerusakan mental lainnya (Dahqon, 1380)

Jenis-Jenis Penyimpangan Seksual

Asosiasi Psikolog Amerika (APA) merinci bentuk-bentuk penyimpangan seksual sebagai berikut: publik nuditas, fetishisme (kepuasan seksual yang diperoleh dari benda-benda seperti celana dalam, BH, kaos kaki dll), pijat erotik, pedhopilia (kecenderungan seksual pada anak di bawah umur), sadomasokisme (kepuasan seksual yang diperoleh dengan cara menikmati orang yang disiksa), sadisme seksual (kepuasan seksual yang diperoleh dengan cara terlebih dahulu menyakiti pasangannya), masokisme seksual (kepuasan seksual yang diperoleh dengan cara membiarkan orang lain menyakiti dirinya), tranvetitisme (hubungan badan dengan terlebih dahulu mengenakan baju pasangannya) dan ekshibisme (kepuasan seksual yang diperoleh dengan cara memperlihatkan organ vitalnya pada orang yang dikehendakinya)(Husain Khani, 1378).

Bersambung…

No comments

LEAVE A COMMENT